Wisata Religi ke Masjid Agung Sumenep, Simbol Sejarah dan Spiritual
SERBATAU - Bagi
siapa pun yang pernah menapakkan kaki di pusat Kota Sumenep, ada satu bangunan
yang seolah selalu memanggil untuk disinggahi: Masjid Agung Sumenep.
Berdiri megah di sisi barat alun-alun, masjid ini bukan hanya tempat ibadah,
tetapi juga penanda perjalanan panjang sejarah, akulturasi budaya, dan
kedalaman spiritual masyarakat Madura. Setiap lekuk arsitekturnya berbicara
tentang masa silam, sementara suasana teduh di dalamnya mengajak siapa pun
untuk merenung sejenak, memasuki ruang yang lebih sunyi dan penuh ketenangan.
Kunjungan
ke masjid ini sering kali menjadi bagian penting dari wisata religi di
Sumenep. Banyak peziarah, pelancong, maupun peneliti budaya yang datang untuk
menyentuh jejak sejarah, mengamati harmoni arsitektur, dan merasakan atmosfer ibadah
yang tetap terjaga sejak ratusan tahun lalu.
Jejak Sejarah yang
Mengakar: Dari Keraton hingga Masa Kini
Masjid
Agung Sumenep dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Somala, sekitar akhir
abad ke-18. Kala itu, Keraton Sumenep sedang berada dalam masa gemilang, dengan
berbagai pembangunan monumental yang dilakukan untuk memperkuat identitas
budaya dan religius kawasan Madura Timur.
Yang
menarik, desain arsitektur masjid ini dipercaya melibatkan arsitek keturunan Tionghoa
bernama Lauw Pia Ngo. Keterlibatan sosok ini menjadi titik penting akulturasi
budaya di Sumenep, di mana unsur-unsur Tiongkok berpadu dengan estetika Jawa,
Arab, dan Eropa — menghasilkan bangunan yang bukan sekadar tempat ibadah,
tetapi juga mahakarya lintas budaya yang jarang ditemui di wilayah lain.
Hingga
kini, masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat Sumenep.
Tidak hanya menjadi saksi bisu perkembangan Islam, Masjid Agung juga menyimpan
dinamika sosial yang pernah terjadi di sekitarnya, dari ritual kerajaan hingga
kegiatan dakwah di masa modern.
Arsitektur: Simbol
Akulturasi Empat Budaya
Arsitektur
Masjid Agung Sumenep adalah salah satu alasan mengapa para wisatawan memilih
datang kembali. Setiap sudutnya menghadirkan harmoni yang sulit dijumpai pada
masjid-masjid lain. Perpaduan empat budaya — Jawa, Tiongkok, Arab, dan Eropa —
bukan hanya dapat dilihat, tetapi juga dapat dirasakan dalam atmosfer
bangunannya.
Pengaruh Jawa
Pengaruh
Jawa terlihat dari atap tumpang tiga yang menjadi ciri khas masjid-masjid kuno
di Nusantara. Struktur ini bukan sekadar estetika; ia menjadi simbol
keseimbangan spiritual, dengan tingkatan yang melambangkan perjalanan manusia
menuju kedekatan dengan Sang Pencipta.
Sentuhan Tiongkok
Masuk ke
kawasan masjid, perhatian langsung tertuju pada gerbang utama yang berwarna
merah menyala — warna yang umum dijumpai dalam kebudayaan Tiongkok sebagai
lambang keberuntungan. Gerbang ini dihiasi ornamen lengkung dan ukiran khas Tiongkok
yang memberi nuansa berbeda. Kehadiran sentuhan budaya ini menjadikan Masjid
Agung Sumenep istimewa, karena mampu menghadirkan harmoni antartradisi tanpa
menghilangkan identitas Islamnya.
Nuansa Arab
Bagian
dalam masjid memperlihatkan pengaruh arsitektur Arab melalui bentuk mihrab,
pola kaligrafi, dan penggunaan lengkungan yang tegas namun tetap elegan.
Sentuhan ini menekankan aspek kesakralan ruang ibadah dan memperkuat atmosfer
religius ketika jamaah memasuki area salat.
Jejak Eropa
Meski
tidak dominan, pengaruh Eropa hadir dalam desain menara dan beberapa detail
struktur bangunan. Model kolom dan komposisi jendelanya menunjukkan gaya
arsitektur kolonial yang pernah masuk ke Nusantara pada masa itu. Kehadiran
unsur Eropa dalam masjid menunjukkan betapa terbukanya masyarakat Sumenep
terhadap pertukaran budaya sejak zaman dahulu.
Ruang Ibadah yang
Memancarkan Ketenangan
Masuk ke
dalam masjid, pengunjung akan merasakan perubahan suasana yang begitu kontras
dengan hiruk-pikuk pasar dan alun-alun di sekitarnya. Ruang utama yang luas,
dengan pencahayaan alami yang lembut, menghadirkan ketenangan yang seolah
membimbing setiap langkah untuk lebih khusyuk.
Tiang-tiang
kayu yang berdiri kokoh seakan menjadi penanda perjalanan waktu. Di antara
dinding dan lantai yang tertata rapi, siapa pun dapat merasakan atmosfer
spiritual yang tidak tergantikan — sebuah suasana yang membuat banyak peziarah
kembali hanya untuk sekadar duduk, membaca doa, atau menikmati sunyi di antara
jeda aktivitas ibadah.
Aktivitas Religi yang
Menjaga Tradisi Masyarakat
Seiring
perjalanan waktu, Masjid Agung Sumenep tidak hanya berfungsi sebagai tempat
ibadah, tetapi juga pusat kegiatan keagamaan yang menghidupkan tradisi masyarakat.
Majelis Ilmu dan Pengajian
Hampir
setiap pekan, masjid ini menjadi tempat berlangsungnya pengajian rutin. Para
jamaah, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, berkumpul untuk mendalami
ajaran agama. Tradisi ini telah berlangsung puluhan tahun dan terus menjadi
bagian penting dalam kehidupan religius masyarakat Sumenep.
Tradisi Bulan Ramadan
Pada
bulan suci Ramadan, Masjid Agung menjadi pusat aktivitas masyarakat. Khataman
Al-Qur’an, salat tarawih, dan kegiatan berbagi takjil menjadi pemandangan yang
akrab. Banyak wisatawan religi yang datang untuk merasakan suasana Ramadan di
masjid ini karena dinilai memiliki nuansa yang lebih hangat dan penuh
kekeluargaan.
Perayaan Hari Besar Islam
Pada
Idulfitri dan Iduladha, halaman masjid dipadati jamaah. Bayangan atap masjid
yang ikonik seakan menjadi latar dari setiap perayaan besar, membuat momen
kebersamaan terasa lebih bermakna.
Masjid Agung Sumenep
sebagai Destinasi Wisata
Bagi
wisatawan yang ingin menelusuri jejak sejarah atau sekadar menikmati keindahan
arsitektur, Masjid Agung Sumenep menawarkan pengalaman yang lengkap. Lokasinya
yang berada di pusat kota membuat akses sangat mudah, dan kedekatannya dengan
Keraton Sumenep menjadikannya satu paket wisata yang saling melengkapi.
Banyak
fotografer datang untuk mengabadikan gerbang merahnya yang unik, sementara
penikmat sejarah memilih menghabiskan waktu untuk membaca detail ukiran dan
memerhatikan struktur bangunan. Tidak sedikit pula wisatawan yang melakukan
perjalanan spiritual, mencari suasana damai untuk menenangkan pikiran.
Informasi Praktis untuk
Pengunjung
Untuk
mendapatkan pengalaman terbaik, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan
pengunjung:
- Waktu terbaik berkunjung: pagi hari sebelum aktivitas
pasar mulai ramai, atau sore menjelang waktu salat Magrib.
- Busana: gunakan pakaian yang sopan
dan tertutup sebagai bentuk penghormatan terhadap tempat ibadah.
- Etika berkunjung: jaga ketenangan, hindari
bercakap keras, serta hormati jamaah yang sedang beribadah.
- Akses: masjid berada di pusat kota
dan mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
- Fasilitas pendukung: area wudu luas, mushala
perempuan, lahan parkir, dan pedagang makanan tradisional di sekitar
alun-alun.
Warisan Sejarah yang Terus
Berdetak
Masjid
Agung Sumenep bukan hanya bangunan tua yang berdiri anggun di tengah kota. Ia
adalah ruang hidup tempat sejarah, budaya, dan spiritualitas bersatu. Di bawah
atap tumpang tiganya, pengunjung dapat merasakan napas masa silam sekaligus
menyaksikan denyut kehidupan keagamaan yang tetap terjaga hingga kini.
Mengunjungi
masjid ini berarti menjelajah waktu — mulai dari jejak kerajaan, pengaruh
budaya asing yang bersinergi, hingga kehidupan masyarakat modern yang tetap
memegang nilai spiritual. Di sinilah letak daya tariknya: sebuah destinasi yang
menenangkan, mendidik, sekaligus membangkitkan kesadaran akan pentingnya
menjaga warisan berharga dari leluhur.
1. Apa keunikan utama dari
Masjid Agung Sumenep?
Keunikan
utamanya terletak pada perpaduan arsitektur empat budaya — Jawa, Tiongkok,
Arab, dan Eropa — yang harmonis dan tidak ditemui pada masjid lain di Madura.
Selain itu, sejarah panjangnya membuat masjid ini menjadi destinasi religi yang
kaya nilai spiritual dan budaya.
2. Apakah Masjid Agung
Sumenep cocok untuk wisata keluarga?
Ya.
Masjid ini sangat ramah untuk keluarga dan anak-anak. Selain memiliki area luas
dan suasana tenang, lokasinya yang dekat alun-alun serta bangunan bersejarah
lainnya menjadikannya destinasi wisata edukatif yang cocok untuk semua usia.


Posting Komentar