Sejarah Spikoe Resep Kuno yang Jadi Ikon Surabaya
SERBATAU - Di antara sekian
banyak oleh-oleh khas Kota Pahlawan, satu nama selalu muncul saat percakapan
bergeser ke kue tradisional: Spikoe.
Kue lapis yang
teksturnya lembut, aroma menteganya kokoh serta rasanya bawa sentuhan rempah
halus itu bukan semata-mata kudapan dia
merupakan peninggalan rasa yang tertaut pada sejarah panjang interaksi kuliner
Nusantara dengan pengaruh asing.
Di Surabaya, satu
merek yang kerap disebut-sebut sebagai penjaga tradisi itu adalah Spikoe Resep
Kuno toko dan usaha keluarga yang
menjaga resep turun-temurun sekaligus mengkomersialkan spikoe sebagai oleh-oleh
populer.
Dari Spekkoek Belanda ke Spikoe Nusantara
Jejak spikoe tak bisa
dipisah dari sejarah kolonial. Banyak penelusuran etimologi serta tulisan
kuliner mengatakan kalau sebutan spiku ataupun spikoe berkaitan dengan kata
Belanda spekkoek, suatu kue lapis yang dibawa serta disukai oleh masyarakat
Eropa pada masa kemudian.
Meski namanya ada
kaitan dengan kata yang merujuk daging babi dalam bahasa Belanda, transformasi
resep ketika memasuki Nusantara membuat bahan dan rasa berubah mengikuti
preferensi lokal terutama pada
penggunaan telur, mentega, dan rempah-rempah. Menyesuaikan diri inilah yang
setelah itu melahirkan varian lapis khas Jawa Timur yang kita tahu saat ini.
Ciri Teknikal: Telur Banyak, Lapisan Rapi, Waktu yang Tidak Boleh Dikebut
Salah satu yang
menandai autentisitas spikoe adalah proses pembuatannya yang memakan waktu dan
memerlukan keterampilan. Versi tradisional membutuhkan jumlah telur yang cukup
besar seringkali lebih banyak kuning
telur sehingga menghasilkan tekstur kue
yang lembut dan padat.
Selain itu, pembuatan
lapis yang baik bukan sekadar menuang adonan; kue sering dilapis berkali-kali
(pada beberapa resep klasik jumlah lapis bisa mencapai puluhan layer), dan tiap
lapis harus dipanggang atau dikukus sampai set sebelum dilanjutkan ke lapisan
berikutnya. Karena proses ini memakan waktu berjam-jam dan menuntut ketelitian,
tidak heran spikoe disebut sebagai kue "resolusi tinggi" dalam hal
teknik pastry tradisional.
Spikoe Resep Kuno: Menjaga Resep, Menjalankan Usaha
Di tengah tren makanan
cepat saji dan inovasi pastry modern, beberapa toko kue keluarga berhasil
bertahan dengan memegang teguh resep asli. Spikoe Formula Kuno merupakan contoh
usaha yang menjadikan formula peninggalan selaku fondasi bisnis. Dengan outlet
fisik yang menempelkan reputasi sebagai “legendaris”, mereka melayani
permintaan konsumen yang mengincar rasa autentik.
Selain menjual di
toko, banyak produsen spikoe kini juga menyesuaikan saluran distribusi melalui
pemesanan online dan kemasan yang lebih ramah oleh-oleh sehingga produk bisa
dikirim ke luar kota. Model bisnis ini memperlihatkan bagaimana produk
tradisional bisa “naik kelas” tanpa harus kehilangan jati diri rasa.
Rasa dan Rempah: Klasik tapi Tidak Monokrom
Walaupun simpel dalam
tampilan susunan kuning-cokelat yang
apik spikoe menaruh kompleksitas rasa.
Resep tradisional sering memasukkan rempah seperti kayu manis, kapulaga, pala,
dan cengkih dalam proporsi yang halus; bahan-bahan ini memberi aroma khas yang
tidak hanya “manis” tetapi juga berlapis.
Penggunaan mentega
atau margarin berkualitas, serta teknik pengocokan dan penakaran telur yang
tepat, menentukan aroma dan kelembutan akhir kue. Di beberapa varian modern,
tambahan kismis, kacang, atau variasi rasa lain ditambahkan, tetapi inti yang
dicari pembeli tetaplah keseimbangan rasa manis-legit dan aroma rempah yang
hangat.
Spikoe dalam Ekonomi Lokal: Dari UMKM ke Omzet Signifikan
Kue tradisional
seperti spikoe bukan hanya soal rasa dan nostalgia; bagi pelaku usaha, ia
berarti sumber pendapatan nyata. Liputan usaha terhadap beberapa toko spikoe
menunjukkan bahwa permintaan pada periode tertentu misalnya musim liburan atau menjelang hari
raya bisa melonjak signifikan.
Model usaha yang
menggabungkan produksi berskala kecil, penjualan langsung, dan pemesanan online
membuat beberapa produsen mampu mencapai omzet yang memadai dan memberi
lapangan kerja bagi tenaga lokal. Transformasi ini menegaskan posisi spikoe
tidak sekadar sebagai produk kuliner, melainkan juga komoditas ekonomi daerah.
Spikoe sebagai Oleh-oleh: Praktis, Simbolik, dan Mudah Diingat
Salah satu alibi
spikoe bertahan selaku ikon oleh-oleh Surabaya merupakan sifatnya yang instan
kompak, relatif tahan, serta gampang dikemas. Namun lebih dari itu, spikoe
membawa muatan simbolis ia adalah wujud
rasa yang melekat, kenangan manis yang ingin dibawa pulang oleh wisatawan.
Di banyak toko, spikoe
dikemas rapi dengan kotak yang layak untuk hadiah sehingga kue ini sering
muncul dalam daftar hantaran perayaan atau hampers korporat. Ketersediaan
varian ukuran dan kemasan juga membantu memenuhi kebutuhan pasar yang beragam.
Tantangan dan Peluang: Menjaga Autentisitas di Tengah Modernisasi
Walau permintaan tetap
tinggi, pengrajin spikoe menghadapi tekanan: menjaga resep klasik yang
memerlukan proses panjang, sambil menekan biaya dan memenuhi standar keamanan
pangan modern. Ada dilema antara mempertahankan teknik tradisional yang lama
dan mengadopsi praktik produksi efisien.
Peluangnya timbul kala
produsen sukses memadukan keduanya: mempertahankan cita rasa autentik sekalian
mempraktikkan pengemasan higienis, labeling bertepatan pada penciptaan
sertifikasi halal buat pasar tertentu), dan pemesanan online. Keberhasilan ini
menjadikan spikoe bukan hanya barang nostalgia, tetapi produk yang relevan di
pasar kontemporer.
Bagaimana Membedakan Spikoe Otentik? (Tips Singkat)
Bagi pembeli yang
ingin mendapatkan spikoe otentik dan berkualitas, berikut beberapa indikator
praktis:
·
Aroma
kaya mentega dan rempah – spikoe otentik cenderung harum, bukan sekadar manis.
·
Tekstur
padat namun lembut – bukan berongga atau terlalu lembek.
·
Lapisan
rapi – lapisan harus terlihat terpisah dan tidak bergelembung besar.
·
Informasi
produksi – toko terpercaya biasanya memberikan label tanggal dan keterangan
varian rasa.
Memerhatikan hal-hal
ini membantu pembeli mendapatkan pengalaman rasa yang mendekati resep klasik.
Spikoe sebagai Penjaga Rasa Lokal
Spikoe Formula Kuno
serta toko-toko sejenisnya meyakinkan kalau kue tradisional dapat lebih dari
semata-mata kenangan: dia merupakan bukti diri kuliner yang hidup, sumber
penghidupan, serta bagian dari cerita kota.
Di setiap potong
spikoe tersimpan proses panjang, keuletan pembuatnya, dan jejak sejarah yang
menghubungkan masa lalu dengan dinamika ekonomi sekarang. Menjaga spikoe
berarti juga menjaga sebuah fragmen budaya yang, semoga, akan terus dinikmati
generasi mendatang.
Penulis : Wilda Maulidia (lid)

Posting Komentar