Sejauh Mana Indonesia Siap Menyambut Mobil Otonom di Jalan Raya?

Table of Contents

SERBATAU - Mobil otonom (autonomous vehicle/AV) kini menjadi salah satu topik besar dalam diskusi transportasi berkelanjutan. Di banyak negara, uji coba sudah berjalan di jalan raya dengan berbagai tingkat keberhasilan.

Asia Tenggara pun mulai bergerak: Malaysia, misalnya, telah membuka ruang bagi pengujian di jalan publik, menjadikannya salah satu pionir di kawasan.

Indonesia Menyambut Mobil Otonom

Indonesia, di sisi lain, mengambil langkah lebih hati-hati. Pemerintah pusat menekankan bahwa penerapan mobil otonom bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga soal regulasi, keamanan, kesiapan infrastruktur, dan penerimaan publik. Pertanyaannya: sejauh mana Indonesia siap menyambut mobil otonom di jalan raya?

 

Status Uji Coba Mobil Otonom di Indonesia

Uji coba kendaraan otonom sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sejumlah inisiatif demonstrasi dan pilot project telah berlangsung di kawasan percontohan seperti BSD City dan rencana pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Kedua kawasan ini dipandang ideal karena menawarkan lingkungan yang relatif terkendali dengan desain kota yang lebih modern dan infrastruktur yang dapat diintegrasikan sejak awal.

Namun, berbeda dengan Malaysia atau Singapura yang sudah mengizinkan uji coba terbatas di jalan publik, Indonesia masih berada di tahap persiapan. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa segala bentuk implementasi harus melalui kajian ekosistem menyeluruh.

 

Regulasi: Jalan Panjang Menuju Legalisasi

Salah satu titik krusial penerapan mobil otonom di Indonesia adalah regulasi. Saat ini, sistem Vehicle Type Approval (VTA) menjadi gerbang utama bagi kendaraan untuk bisa beroperasi di jalan raya. Proses ini meliputi uji fisik, verifikasi dokumen teknis, dan registrasi.

Untuk kendaraan otonom, tantangannya lebih besar: produsen perlu menyiapkan bukti keselamatan perangkat keras dan perangkat lunak yang mengendalikan kendaraan.

Lebih jauh lagi, regulasi perlu menjawab pertanyaan sulit: siapa bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan ketika kendaraan sedang dalam mode otonom? Apakah produsen, pengembang software, atau pemilik kendaraan? Tanpa kepastian soal liability, penerapan massal akan sulit berjalan.

Sejumlah pakar mendorong adanya regulatory sandbox—ruang eksperimental yang memungkinkan pengujian terbatas dengan perlindungan hukum sementara. Pendekatan ini memberi kesempatan bagi regulator mengumpulkan data keselamatan sekaligus mengadaptasi regulasi sesuai kebutuhan.

 

Infrastruktur dan Kesiapan Teknis

Mobil otonom sangat bergantung pada kualitas infrastruktur jalan dan ekosistem digital. Marka jalan yang jelas, rambu digital, serta konektivitas jaringan berlatensi rendah (untuk komunikasi V2X/vehicle-to-everything) menjadi syarat mutlak.

Sayangnya, kondisi jalan di Indonesia masih sangat heterogen. Di satu sisi, beberapa ruas tol dan kawasan baru memiliki infrastruktur yang relatif modern. Di sisi lain, banyak ruas jalan di perkotaan maupun pedesaan masih menghadapi persoalan marka pudar, lampu lalu lintas yang belum terintegrasi, hingga kondisi jalan berlubang.

Karena itu, strategi yang paling realistis adalah corridor-based deployment: penerapan bertahap di jalur tertentu seperti koridor tol, kawasan IKN, atau bandara. Dengan cara ini, teknologi bisa divalidasi di ruang yang lebih terkendali sebelum diperluas ke area yang lebih kompleks.

Penerimaan Publik dan Aspek Sosial-Ekonomi

Seberapa siap masyarakat Indonesia menerima kendaraan tanpa pengemudi? Survei di Jawa dan riset regional menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih lebih nyaman dengan level otonomi rendah hingga menengah (Level 2–3) ketimbang Level 4–5 yang sepenuhnya tanpa pengemudi. Faktor kepercayaan terhadap teknologi dan pemahaman risiko masih menjadi hambatan utama.

Oleh karena itu, strategi adopsi harus disertai program edukasi publik dan uji coba transparan. Ketika masyarakat melihat bukti nyata misalnya data keselamatan yang menunjukkan penurunan kecelakaan—tingkat penerimaan akan meningkat.

Dari sisi sosial-ekonomi, mobil otonom membawa peluang sekaligus tantangan. Potensinya besar untuk transportasi publik berbasis mobility-as-a-service (MaaS), membantu mobilitas lansia dan penyandang disabilitas, hingga mendukung efisiensi logistik. Namun, risiko disrupsi tenaga kerja, seperti sopir angkutan, juga harus diantisipasi dengan program transisi keterampilan dan kebijakan sosial.


Tantangan Utama

Beberapa tantangan besar yang masih menghambat penerapan mobil otonom di jalan raya Indonesia antara lain:

  • Teknis: sensor LiDAR, radar, dan kamera bisa terganggu hujan deras, polusi debu, atau marka jalan yang pudar.
  • Regulasi: kepastian hukum tentang liability, privasi data, dan keamanan siber masih belum jelas.
  • Interoperabilitas: standar V2X, peta digital, dan perangkat lunak belum seragam di tingkat global maupun regional.
  • Penerimaan masyarakat: masih ada keraguan dan persepsi risiko yang perlu ditangani lewat edukasi.

 

Peluang Strategis bagi Indonesia

Meski tantangan besar, peluang tetap terbuka. Indonesia bisa memanfaatkan momen ini untuk “mengejar” negara lain dengan cara cerdas dan aman. Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh:

  1. Mengembangkan koridor percontohan di kawasan IKN, bandara, atau ruas tol tertentu.
  2. Membangun kolaborasi multi-stakeholder: pemerintah, industri otomotif, akademia, penyedia teknologi, hingga operator transportasi.
  3. Menerapkan regulasi adaptif dengan pendekatan sandbox agar data empiris bisa terkumpul sebelum regulasi permanen diberlakukan.
  4. Kampanye edukasi publik berbasis transparansi data keselamatan.

Dengan langkah-langkah ini, mobil otonom dapat menjadi bagian dari strategi besar transportasi berkelanjutan di Indonesia.

 

Jalan Panjang yang Menjanjikan

Mobil otonom berpotensi merevolusi wajah transportasi di Indonesia—meningkatkan keselamatan, membuka aksesibilitas, dan mengefisienkan logistik. Namun, jalan menuju penerapan massal masih panjang. Regulasi harus diperjelas, infrastruktur diperkuat, dan masyarakat diedukasi agar siap menerima perubahan.

Strategi terbaik bagi Indonesia adalah bergerak secara bertahap, mengutamakan keselamatan, dan memperkuat kolaborasi lintas sektor. Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya siap menyambut mobil otonom di jalan raya, tetapi juga memastikan bahwa transformasi menuju mobilitas cerdas benar-benar memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang