Harga Mobil Makin Murah? Produsen Jepang Didesak Ikuti Langkah China

Daftar Isi
Produsen Jepang Didesak Ikuti Langkah China

SERBATAU - Kementerian Perindustrian baru-baru ini mengimbau produsen mobil asal Jepang agar menurunkan harga jual kendaraan mereka di Indonesia, mengikuti jejak pabrikan China yang lebih dulu menerapkan strategi diskon agresif. Imbauan ini disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di Jakarta pada awal Juli 2025, menyusul melemahnya daya beli masyarakat sejak awal tahun.

Langkah ini dianggap penting karena penjualan mobil domestik terus lesu, sementara persaingan semakin ketat dan perang harga mulai terasa di pasar. Pemerintah berharap para produsen berani menekan margin keuntungan sambil memperkuat kandungan lokal, demi menjaga daya saing industri.


Fenomena Diskon Besar Mobil China

Sejak Mei, mobil China seperti Chery, Wuling, Neta, hingga MG kompak menurunkan harga mobil mereka. MG 4 EV, misalnya, melorot dari Rp699juta menjadi Rp395juta usai CKD dimulai di Cikarang. Diskon beruntun ini membuat setidaknya lima merek asal Negeri Tirai Bambu memangkas banderol lebih dari sekali hanya dalam satu semester.

Pabrikan asal China mengklaim masih untung berkat lokalisasi baterai dan motor listrik, plus rantai pasok domestik yang ramping. Alhasil, “serangan harga” tersebut memaksa konsumen melirik opsi baru, meninggalkan merek mapan.


Ajakan Menperin & Alasan Ekonomi (H2)

Menperin Agus Gumiwang menilai penurunan harga mobil bisa menghidupkan lagi permintaan yang stagnan. Ia menekankan, ketimbang menaikkan tarif, produsen semestinya menahan atau memangkas harga demi menjaga pabrik tetap beroperasi penuh.

Dalam keterangan terpisah, Kemenperin menyebut bahwa produsen Jepang menguasai lebih dari 80% pangsa pasar, sehingga langkah mereka sangat menentukan arah industri. Bila diskon diterapkan, risiko PHK dapat ditekan karena volume produksi stabil.


Respons Produsen Jepang (H2)

Sejauh ini, reaksi produsen Jepang masih beragam. Honda melakukan “pemanasan” dengan meluncurkan HR‑V Hybrid Rp60juta lebih murah dari varian RS sebelumnya. Daihatsu, sebaliknya, menegaskan fokus menjaga kualitas sambil menahan biaya agar tidak dibebankan ke konsumen.

Pemain lain—Toyota, Suzuki, Mitsubishi—masih berhitung. Mereka menghadapi margin laba tipis seiring kewajiban kandungan lokal 60% dan tingginya biaya riset hibrida. Diskon drastis berarti memotong margin yang sudah cekak.

Kenapa Mereka Ragu?

  1. Struktur biaya: royalti teknologi, riset hibrida, dan logam mulia baterai masih mahal.
  2. Resale value: penurunan harga mobil baru berpotensi menekan nilai bekas, yang selama ini jadi daya tarik merek Jepang.
  3. Brand positioning: reputasi “reliability premium” terancam jika perang harga berkepanjangan.


Risiko Perang Harga: Suara Pengamat (H2)

Yannes Pasaribu, pengamat otomotif ITB, mengingatkan bahwa diskon masif hanya manis di awal. Ia menilai perang harga berpotensi memicu race to the bottom: margin anjlok, pemasok ditekan, dan kualitas rawan tergadai.

Kompas turut menyoroti bahwa praktik diskon agresif bisa menggiring konsumen bersikap wait and see—menunda pembelian karena berharap harga turun lagi. Akibatnya, stok menumpuk, dealer terbebani bunga, dan arus kas pabrikan tersendat.

Selain itu, resale value terancam longsor. “Kalau mobil China terus menekan harga mobil, nilai jual kembali bisa drop hingga 30% dalam setahun,” kata Yannes. Meski terdengar menguntungkan di muka, depresiasi cepat merugikan pemilik generasi berikutnya.


Strategi Bertahan Industri

Lokalisasi Komponen Lebih Dalam

Agar biaya kompetitif, produsen Jepang didorong memperluas sourcing lokal: stamping bodi, battery pack, motor listrik. Pabrik power‑train di Karawang dan Deltamas bisa jadi kunci menekan ongkos produksi.

Insentif Fiskal & Pembiayaan

Kemenperin tengah menyiapkan keringanan PPh Pasal 22 impor komponen, serta skema kredit bunga rendah bagi konsumen. Paket ini diharapkan meredam shock harga tanpa harus memangkas margin terlalu tajam.

Diversifikasi Model Murah

Menghadirkan EV city‑car atau hibrida entry‑level di bawah Rp300juta disebut kunci. Dengan begitu, harga mobil terjaga, segmen first‑time buyer terlayani, dan merek tidak merusak positioning varian premium.


Dampak bagi Konsumen

Bagi pembeli, kabar diskon tentu menggembirakan. Harga mobil yang kian terjangkau membuka akses pada teknologi EV dan hibrida yang sebelumnya mahal. Fitur keselamatan canggih seperti ADAS semakin umum di varian bawah, hasil kompetisi ketat dengan mobil China.

Namun konsumen perlu waspada pada depresiasi. Jika harga baru terus turun, nilai jual kembali ikut merosot. Kalkulasikan total cost of ownership: pajak, asuransi, dan potensi penurunan nilai. Pada akhirnya, diskon besar hari ini bisa berarti kerugian lebih besar saat menjual mobil bekas nanti.

Bagi mereka yang menjadikan kendaraan sebagai aset investasi, strategi perang harga mungkin bukan kabar baik. Tetapi bagi pencari mobil harian dengan horizon pemakaian panjang, potongan harga tentu menggiurkan.

Tekanan Kemenperin agar produsen Jepang mengikuti jejak mobil China dalam memangkas harga mobil menegaskan peta baru persaingan otomotif Indonesia. Bagi konsumen, era diskon besar adalah peluang merasakan teknologi terkini dengan bujet bersahabat. Bagi industri, ini alarm untuk berinovasi—bukan sekadar menurunkan angka di price tag.

Jika diskon tidak diimbangi efisiensi produksi, riset, dan kerja sama rantai pasok, perang harga bisa berubah menjadi pedang bermata dua: volume naik, margin tergerus, ekosistem terguncang. Kuncinya adalah keseimbangan—memadukan harga kompetitif, kualitas terjaga, dan nilai jangka panjang. Tanpa itu, diskon hari ini dapat menjadi disrupsi esok hari.

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang