Satgassus Penerimaan Negara Polri Tuai Sorotan: Antara Dukungan Menkeu dan Kritik Kegagalan KPK
SERBATAU – Sebuah langkah besar diambil oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dengan membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) yang berfokus pada Optimalisasi Penerimaan Negara.
Pembentukan tim baru di bawah komando Kapolri ini sontak menyita perhatian publik dan menuai beragam reaksi.
Di satu sisi, inisiatif ini disambut dengan tangan terbuka oleh Kementerian Keuangan yang melihat adanya potensi sinergi positif untuk negara.
Namun, di sisi lain, muncul suara kritis yang memandang langkah ini sebagai cerminan dari tidak optimalnya kinerja lembaga penegak hukum lain yang sudah ada.
Tujuan Mulia: Membidik 'Shadow Economy' yang Hilang
Tujuan utama dari pembentukan Satgassus Penerimaan Negara Polri ini sangatlah signifikan.
Satgassus ini akan bekerja sama secara intensif dengan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dan lembaga terkait lainnya untuk menargetkan "shadow economy".
Shadow economy adalah kegiatan ekonomi bawah tanah atau tidak resmi yang selama ini berjalan di luar radar perpajakan.
Potensi penerimaan negara dari sektor ini diperkirakan sangat fantastis, disebut-sebut bisa mencapai hingga Rp663 triliun.
Dukungan Penuh dari Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyambut sangat positif langkah yang diambil oleh Polri.
Dari perspektif Kemenkeu, kehadiran Satgassus ini dilihat sebagai sebuah upaya sinergis yang penting untuk membantu mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.
Dukungan penegakan hukum dari Polri dianggap dapat memberikan efek gentar (deterrent effect) bagi para pelaku ekonomi yang selama ini menghindari kewajiban pajak.
Pendapatan negara yang optimal sangat krusial untuk menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan membiayai pembangunan.
Suara Kritis: Bukti Kegagalan Lembaga Lain?
Namun, tidak semua pihak memandang pembentukan Satgassus ini dengan optimisme.
Beberapa pengamat menilai bahwa langkah ini justru secara tidak langsung menunjukkan adanya kegagalan atau kurang optimalnya fungsi lembaga lain yang seharusnya bertanggung jawab.
Secara spesifik, sorotan kritis mengarah pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembentukan satgas oleh Polri untuk mengurus kebocoran penerimaan negara dianggap sebagai sinyal bahwa KPK dinilai belum cukup efektif dalam mencegah dan menindak korupsi yang menyebabkan kerugian negara.
Selain itu, muncul pula kekhawatiran mengenai potensi tumpang tindih kewenangan antara Satgassus Polri ini dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti KPK dan Kejaksaan Agung.
Langkah ini muncul di tengah sorotan publik terhadap upaya penegakan hukum di bidang ekonomi, setelah sebelumnya Kejagung melakukan sitaan terbesar dalam sejarah terkait kasus korupsi.
Menanti Aksi Nyata dan Sinergi yang Sebenarnya
Efektivitas dari Satgassus ini pada akhirnya akan diukur dari hasil kerjanya di lapangan.
Publik menantikan apakah tim khusus ini benar-benar mampu membongkar praktik ekonomi bawah tanah dan secara signifikan meningkatkan penerimaan negara.
Kunci keberhasilannya akan sangat bergantung pada implementasi di lapangan serta koordinasi dan sinergi yang solid dengan lembaga lain agar tidak terjadi tumpang tindih atau bahkan gesekan antar institusi.
Pembentukan Satgassus Penerimaan Negara Polri adalah sebuah kebijakan penting dengan tujuan yang mulia.
Namun, kritik dan kekhawatiran yang muncul juga merupakan hal yang valid dan perlu menjadi perhatian.
Masyarakat akan terus mengawasi apakah langkah ini akan menjadi solusi efektif bagi pemasukan negara atau hanya menambah kompleksitas dalam lanskap penegakan hukum di Indonesia.