Kupas Tuntas Sengketa 4 Pulau Aceh: Peran Prabowo dalam Konflik Sumut

Daftar Isi
Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Prabowo Ambil Alih!

Memanasnya Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut

Latar Belakang Konflik Puluhan Tahun

SERBATAU - Isu perebutan 4 pulau—Salaut Besar, Salaut Kecil, Salaut, serta Pulau Pinang—antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali mencuat. Sengketa ini berakar dari perbedaan interpretasi batas wilayah administratif, terutama di wilayah Kepulauan Banyak, Aceh Singkil. Ketidakjelasan hukum dan tumpang tindih peraturan memperkeruh permasalahan.

Sejak era otonomi khusus Aceh pasca konflik GAM (Gerakan Aceh Merdeka), perdebatan atas batas administratif makin intens. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kewenangan khusus yang kadang berbenturan dengan peraturan pusat maupun UU pembentukan Provinsi Sumut.

Pulau Strategis dan Potensi Ekonomi

Tak hanya persoalan batas wilayah, keempat pulau tersebut menyimpan nilai ekonomi tinggi. Dengan potensi perikanan, pariwisata bahari, dan letak strategis di jalur pelayaran barat Sumatera, kepemilikan atas pulau ini bukan sekadar simbolis.

Masyarakat sekitar menggantungkan hidup dari hasil tangkapan laut di wilayah ini. Belum lagi, potensi pengembangan resort dan investasi kelautan semakin memperkuat posisi strategis pulau-pulau tersebut.


Prabowo Turun Tangan: Komitmen Pemerintah Pusat

Intervensi Langsung Presiden Terpilih

Presiden terpilih, Prabowo Subianto, secara terbuka menyatakan kalau dia akan mengambil alih koordinasi penyelesaian konflik ini. Langkah ini dinilai penting mengingat konflik telah terlalu lama dibiarkan tanpa keputusan final.

Melalui pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa keutuhan wilayah Indonesia adalah prioritas utama. Evaluasi menyeluruh oleh Kemendagri juga sudah diperintahkan, dengan pendekatan berbasis data dan historis.

Klaim dari Dua Provinsi

Klaim Aceh Berdasarkan Sejarah dan Otonomi Khusus

Pemerintah Aceh mengklaim bahwa sejak masa kerajaan, wilayah tersebut telah menjadi bagian dari Aceh. Berdasarkan dokumen historis, termasuk peta zaman kolonial dan catatan masyarakat adat, pulau-pulau itu berada dalam administrasi Aceh.

Mereka juga merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 2006, di mana Aceh memiliki kewenangan mengatur wilayah hingga ke laut sejauh 12 mil. Dari perspektif hukum serta sejarah, Aceh merasa memiliki hak penuh atas keempat pulau tersebut.

Sumut: Klaim Berdasarkan Administrasi dan Efisiensi

Sementara itu, Pemerintah Sumatera Utara mengacu pada pembagian wilayah administratif yang telah berjalan sejak masa kolonial Belanda dan diperkuat dengan regulasi nasional. Mereka memiliki data kependudukan dan catatan pelayanan publik di pulau-pulau tersebut.

Alasan mereka diperkuat oleh aspek efisiensi layanan sebab jarak dari pulau ke daratan Sumatera Utara lebih dekat dibandingkan ke Banda Aceh.

Mediasi Kemendagri dan Komisi II DPR

Kementerian Dalam Negeri bertugas sebagai fasilitator utama dalam konflik ini, didukung oleh Komisi II DPR RI. Dede Yusuf, salah satu anggota komisi, menyatakan bahwa "argumen kedua pihak sama-sama kuat", menandakan kompleksitas penyelesaian yang harus disikapi secara objektif.


Dampak Sengketa dan Jalan Menuju Solusi

Dampak Sosial-Ekonomi

Ketidakpastian status kepemilikan pulau menyebabkan stagnasi pembangunan dan investasi. Masyarakat lokal merasa bingung dengan status administrasi, pelayanan publik pun menjadi tidak optimal.

Dalam pernyataan resminya, PP Muhammadiyah bahkan menyuarakan kekhawatiran akan potensi disintegrasi jika konflik ini tidak segera diselesaikan, mencerminkan urgensi untuk menemukan jalan keluar.

Solusi yang Didorong Pemerintah

Prabowo telah memerintahkan agar dilakukan evaluasi data historis dan hukum secara menyeluruh. Solusi yang mungkin diambil termasuk:

  • Mediasi intensif antara kedua pihak.
  • Penetapan batas baru berbasis konsensus atau keputusan pusat.
  • Skema pengelolaan bersama (joint administration) yang adil dan efisien.

Permendagri No. 141 Tahun 2017 bisa menjadi dasar hukum untuk proses penetapan batas daerah secara nasional.

Harapan dan Preseden untuk Masa Depan

Penyelesaian konflik ini akan menjadi preseden penting dalam menyelesaikan sengketa wilayah lain di Indonesia, seperti yang pernah terjadi di Kalimantan atau Sulawesi. Lebih jauh lagi, hasil akhirnya diharapkan membawa kepastian hukum dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat di wilayah sengketa.


Masa Depan di Tangan Kepemimpinan yang Tegas

Sengketa empat pulau ini bukan hanya tentang klaim administratif, melainkan juga tentang sejarah, identitas, dan keadilan bagi rakyat. Langkah Prabowo mengambil alih koordinasi penyelesaian sengketa menampilkan kalau permasalahan ini bukan cuma soal Aceh dan Sumut, namun tentang Indonesia sebagai satu kesatuan.

Penyelesaian yang tepat bukan hanya mengakhiri konflik, tetapi juga memperkuat semangat kebangsaan dan memastikan bahwa setiap jengkal tanah air mendapat perhatian dan perlindungan yang adil dari negara.


Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang