Kelebihan dan Kekurangan Transportasi Umum di Kota Besar: Perlu Tahu Sebelum Naik!

Daftar Isi
Kelebihan dan Kekurangan Transportasi Umum di Kota Besar

Di Tengah Kota yang Penuh Sesak, Transportasi Umum Jadi Harapan

SERBATAU - Macet bukan lagi sekadar tantangan—di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, kemacetan adalah bagian dari hidup. Tak jarang, jarak 10 kilometer bisa ditempuh lebih dari satu jam saat jam sibuk. Di tengah tekanan waktu dan biaya yang kian tinggi, transportasi umum mulai jadi pilihan utama banyak orang.

Menurut data BPS 2024, sekitar 58% warga Jabodetabek menggunakan moda angkutan umum minimal tiga kali seminggu. Ini bukan sekadar tren, tapi refleksi dari kebutuhan mobilitas yang makin tinggi dan realitas sistem transportasi kota yang terus berkembang.

Tapi, apakah transportasi umum benar-benar menjawab semua masalah?


Mengapa Warga Kota Beralih ke Transportasi Umum?

Hemat Biaya, Hemat Pikiran

Biaya parkir, bensin, tol, dan perawatan kendaraan pribadi terus naik setiap tahunnya. Di sisi lain, naik TransJakarta atau MRT cukup dengan ongkos Rp 3.000 hingga Rp 14.000, sudah bisa menjangkau berbagai titik.

Lebih Ramah Lingkungan

Dengan semakin banyaknya armada bus dan kereta listrik, penggunaan transportasi umum berdampak positif bagi lingkungan. Mengurangi kendaraan pribadi artinya mengurangi emisi karbon dan polusi udara—hal krusial untuk kota yang tiap harinya penuh asap knalpot.

Kemacetan Bisa Ditekan

Satu bus bisa mengangkut 40–50 orang. Bandingkan jika jumlah itu semua menggunakan kendaraan pribadi—bisa dibayangkan padatnya jalanan. Di sinilah kekuatan sistem transportasi kota berperan sebagai pengurai lalu lintas.

Lepas dari Drama Parkir

Parkir jadi momok tersendiri, terutama di pusat kota. Dengan transportasi umum, pengguna tak perlu lagi keliling cari tempat parkir yang entah di mana, atau ditarik biaya yang kadang tidak masuk akal.

Akses Semakin Luas dan Terintegrasi

Beberapa kota besar mulai membenahi infrastruktur transportasi mereka. Dari pengembangan rute TransJakarta, hadirnya LRT Jabodebek, hingga integrasi dengan ojek online sebagai penghubung first-mile dan last-mile.


Tapi… Apa Transportasi Umum Sudah Ideal?

Kepadatan di Jam Sibuk Bisa Menguras Energi

Bagi banyak orang, berdiri sambil desak-desakan di KRL saat pukul 07.00 pagi adalah hal biasa. Tapi bagi sebagian lainnya, ini jadi alasan utama untuk kembali memilih motor atau mobil.

Ketidakpastian Jadwal dan Rute

Beberapa moda seperti bus kota atau angkot modern memang sudah punya jadwal tetap, tapi kenyataannya di lapangan sering kali tidak konsisten. Belum lagi jika rute mendadak berubah atau terkena rekayasa lalu lintas tanpa pemberitahuan.

Kenyamanan yang Masih Bisa Ditingkatkan

AC mati, tempat duduk sobek, dan bau tidak sedap masih jadi keluhan klasik, terutama pada angkutan non-terintegrasi. Ini tantangan nyata yang bisa menurunkan minat masyarakat meski ongkos murah.

Keamanan Masih Belum Maksimal

Kasus copet dan pelecehan di transportasi umum masih terjadi, walau sudah ada upaya seperti pemasangan CCTV dan kehadiran petugas. Namun, sistem keamanan belum merata, terutama di moda kecil seperti angkot atau bus non-BRT.

Belum Menjangkau Semua Wilayah

Transportasi umum di kota besar masih terkonsentrasi di jalur utama. Pinggiran kota atau daerah suburban sering kali luput dari jangkauan sistem transportasi kota yang baik, memaksa warga tetap mengandalkan kendaraan pribadi.

Sisi Lain: Pengalaman dan Harapan Pengguna

Dedi (36), warga Depok yang naik KRL setiap hari, mengungkapkan hal yang cukup menggambarkan situasi:

“Kalau kereta lancar, perjalanan bisa 40 menit. Tapi kalau lagi gangguan sinyal, bisa sejam lebih. Pimpinan udah hafal alasan klasik: ‘KRL telat, Pak.’ Tapi ya tetap dipakai karena efisien.”

Cerita-cerita seperti ini menggambarkan realitas pengguna transportasi umum. Ada harapan, ada keluhan, tapi tetap bertahan karena alternatifnya tak jauh lebih baik.


Menuju Transportasi Umum yang Layak dan Dicintai

Pemerintah pusat dan daerah sudah mulai bergerak ke arah yang lebih baik. Sejumlah proyek seperti MRT Fase 2, LRT Palembang, dan integrasi antarmoda melalui aplikasi digital seperti JakLingko menunjukkan arah yang positif. Namun, pembenahan bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga budaya transportasi.


Langkah-Langkah Strategis yang Bisa Diambil:

Perluasan dan Pemerataan Akses

Wilayah pinggiran harus mendapat perhatian. Misalnya, menambah rute pengumpan ke permukiman padat.

Digitalisasi Jadwal dan Tiket

Akses informasi real-time akan memudahkan pengguna. Aplikasi transportasi harus semakin akurat dan responsif.

Edukasi Budaya Naik Angkutan Umum

Kesadaran pengguna soal antre, kebersihan, dan menghormati kursi prioritas perlu terus digalakkan.

Tingkatkan Rasa Aman

Personel keamanan aktif dan CCTV di semua moda bisa menekan risiko kejahatan di transportasi umum.


Naik Transportasi Umum Bukan Sekadar Hemat

Mengandalkan transportasi umum di kota besar memang bukan pilihan tanpa tantangan. Tapi jika sistem ini terus diperbaiki dan ditopang oleh budaya masyarakat yang mendukung, maka ia bisa jadi solusi utama dalam menghadapi krisis mobilitas urban.

Transportasi umum bukan hanya urusan teknis, tapi juga soal keadilan akses, kenyamanan publik, dan masa depan kota yang lebih sehat.

Jika kita mau bersama-sama mengarah ke sana—baik sebagai pengguna maupun pengelola—transportasi umum bisa berubah dari sekadar opsi darurat menjadi pilihan utama yang dibanggakan.

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang