Geger Sitaan Kejagung Terbesar Rp11,8 Triliun, Wilmar Group: 'Itu Dana Jaminan, Bukan Pidana'

Daftar Isi
Sitaan Kejagung Terbesar Rp11,8 Triliun, Wilmar Group: 'Itu Dana Jaminan, Bukan Pidana

SERBATAU – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) membuat gebrakan besar dengan mengumumkan penyitaan uang senilai total Rp11,8 triliun. Angka yang fantastis ini diklaim sebagai nilai sitaan terbesar sepanjang sejarah penegakan hukum di Indonesia.

Penyitaan ini terkait dengan penanganan perkara dugaan perbuatan melawan hukum dalam ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.

Kasus ini menyeret nama-nama besar di industri kelapa sawit, termasuk Wilmar Group dan beberapa perusahaan lainnya.

Namun, pihak perusahaan memberikan respons cepat dan menyajikan perspektif yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa dana yang disita bukanlah uang hasil kejahatan, melainkan dana jaminan yang perkaranya bukan merupakan tindak pidana.


Versi Kejaksaan Agung: Sitaan Terkait Perbuatan Melawan Hukum

Menurut keterangan dari pihak Kejaksaan Agung, penyitaan aset senilai Rp11,8 triliun ini dilakukan dari rekening beberapa perusahaan eksportir CPO.

Tindakan ini merupakan bagian dari proses hukum untuk memulihkan kerugian negara yang diduga timbul akibat perbuatan melawan hukum dalam pemberian fasilitas ekspor CPO pada periode 2021-2022.

Kejagung menegaskan bahwa besaran nilai sitaan ini merupakan yang terbesar yang pernah dilakukan, menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus yang berdampak pada perekonomian negara.

Kasus ekspor CPO ini sendiri menjadi sorotan karena pada periode tersebut sempat menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri, yang menjadi salah satu pemicu gejolak inflasi.


Respons Wilmar Group: 'Itu Dana Jaminan di Rekening Escrow'

Menanggapi langkah Kejagung, pihak Wilmar Group memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa dana yang disita tersebut adalah dana jaminan yang ditempatkan di rekening bersama atau escrow account.

Menurut mereka, dana tersebut merupakan jaminan yang disiapkan perusahaan untuk membayar denda atau klaim dari Kementerian Perdagangan terkait pemenuhan kewajiban pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO).

Pihak perusahaan juga menekankan bahwa perkara yang sedang berjalan ini, menurut mereka, bukanlah perkara pidana, melainkan sengketa dalam ranah perdata atau administrasi negara.

Oleh karena itu, mereka berpandangan bahwa penyitaan dana jaminan tersebut tidak seharusnya dilakukan dalam konteks penegakan hukum pidana korupsi.


Duduk Perkara: Sengketa Ekspor CPO dan DMO

Kasus ini berakar dari kebijakan pemerintah beberapa tahun lalu yang mewajibkan eksportir CPO untuk memenuhi alokasi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri (DMO) sebelum mendapatkan izin ekspor.

Beberapa perusahaan diduga melakukan perbuatan melawan hukum untuk bisa tetap mendapatkan izin ekspor meskipun belum sepenuhnya memenuhi kewajiban DMO tersebut.

Perkara ini telah melalui proses hukum yang panjang dan melibatkan beberapa putusan pengadilan yang berbeda-beda, menciptakan kompleksitas dalam penentuan status dana jaminan yang kini disita oleh Kejagung.


Langkah Hukum Selanjutnya

Perbedaan pandangan yang tajam antara Kejaksaan Agung dan pihak perusahaan ini dipastikan akan berlanjut ke ranah hukum.

Pihak perusahaan kemungkinan besar akan menempuh jalur hukum untuk menentang penyitaan tersebut dan memperjuangkan kembali dana yang mereka klaim sebagai dana jaminan.

Di sisi lain, Kejagung akan terus melanjutkan proses hukum untuk membuktikan adanya kerugian negara dan memulihkan aset yang dianggap menjadi hak negara.

Publik kini menantikan bagaimana kelanjutan dari kasus penyitaan dengan nilai terbesar dalam sejarah Indonesia ini akan berakhir.

Kasus ini tidak hanya menyoroti penegakan hukum di sektor industri sawit, tetapi juga menjadi ujian bagi kepastian hukum terkait dana jaminan perusahaan dalam sengketa dengan pemerintah.

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang