Festival Literasi Klungkung 2025 Gaungkan Literasi Budaya Berbasis Kearifan Lokal

Daftar Isi
Festival Literasi Klungkung 2025

SERBATAU – Pemerintah Kabupaten Klungkung secara resmi membuka Festival Literasi Klungkung 2025 pada Kamis (19/6/2025) di Lapangan Puputan Klungkung. Mengangkat tema MAKUTA PUSTAKA MAHOTTAMA”. Tema ini memiliki arti literasi adalah mahkota utama kecerdasan menuju Klungkung Mahottama

Kegiatan ini ditujukan untuk membangun budaya literasi sejak dini sekaligus menjadi ruang untuk menumbuhkan kreativitas dan cinta terhadap seni dan budaya lokal. Festival ini menjadi wadah bagi warga, pelajar, hingga pegiat literasi untuk mengembangkan budaya baca sekaligus merawat identitas budaya Bali.

Festival yang berlangsung selama tiga hari ini melibatkan lebih dari 3.000 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari siswa, guru, seniman, hingga komunitas literasi dari wilayah Bali Timur.


Ragam Kegiatan dan Antusiasme Pengunjung

Tak hanya pameran buku, Festival Literasi Klungkung 2025 menyajikan beragam kegiatan interaktif dan edukatif. Mulai dari workshop menulis aksara Bali, pertunjukan teater sastra, lomba mendongeng untuk siswa SD, hingga pojok baca digital yang memperkenalkan aplikasi perpustakaan daring milik daerah.

Ketua Panitia, I Wayan Sudarma, mengatakan bahwa festival ini didesain sebagai ruang terbuka yang merangkul semua kalangan. “Literasi tidak hanya untuk pelajar. Petani, ibu rumah tangga, bahkan lansia bisa terlibat. Kami ingin literasi membumi, tidak elitis,” ujarnya saat sesi konferensi pers.

Salah satu kegiatan yang paling diminati adalah Bedah Buku Sejarah Puri Klungkung yang menghadirkan penulis dan budayawan lokal. Acara ini mengundang diskusi menarik tentang sejarah lokal yang jarang disentuh di ruang kelas.


Literasi dan Kearifan Lokal dalam Satu Panggung

Festival ini tak hanya soal buku dan membaca. Banyak kegiatan yang menggabungkan budaya Bali dengan praktik literasi kontemporer. Misalnya, lomba menulis puisi berbahasa Bali untuk siswa SMA, pertunjukan wayang literasi, dan pelatihan penulisan cerita rakyat berbasis kearifan lokal.

“Literasi bukan hanya soal memahami teks, tapi juga memahami akar budaya kita,” kata Ni Komang Sari, guru Bahasa Bali yang turut menjadi mentor di sesi pelatihan menulis.

Panggung budaya pun tak pernah sepi. Musikalisasi puisi, pembacaan geguritan, dan pementasan drama kolosal Pan Balang Tamak menjadi daya tarik tersendiri. Acara-acara ini membuktikan bahwa literasi bisa tampil dinamis dan dekat dengan keseharian masyarakat.

Peran Pemerintah dan Komunitas Literasi

Dalam sambutannya, Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, menekankan pentingnya literasi sebagai pilar pembangunan sumber daya manusia. Menurutnya, literasi harus menjadi bagian dari keseharian masyarakat, bukan sekadar program tahunan.

“Kami ingin menciptakan lingkungan literat, dari rumah hingga kantor desa. Festival ini adalah salah satu langkah konkret,” ujarnya saat membuka acara.

Pemerintah juga meluncurkan program Kampung Literasi Digital yang akan dimulai di 10 desa pilot. Program ini menggabungkan teknologi, perpustakaan desa, dan pelatihan menulis untuk warga.

Selain itu, sejumlah komunitas literasi lokal seperti Bali Membaca dan Sanggar Aksara juga terlibat aktif. Mereka membuka lapak baca gratis, mengadakan kelas menulis kilat, dan berbagi buku ke desa-desa pelosok.


Harapan dan Dampak Festival Literasi Klungkung 2025

Antusiasme peserta pun membuktikan bahwa minat terhadap literasi masih tinggi. Salah satu peserta, Dewa Arya, pelajar SMKN 1 Klungkung, mengaku terinspirasi usai mengikuti workshop jurnalistik. “Saya jadi tahu cara bikin berita yang benar. Mudah-mudahan ke depan bisa jadi wartawan,” katanya sambil tersenyum.

Senada, Komunitas Rabu Membaca berharap festival ini tidak berhenti di acara seremonial. “Kami ingin ada kesinambungan. Misalnya dengan pelatihan rutin di desa atau kolaborasi antar komunitas,” ujar pendirinya, Kadek Lestari.


Literasi Bukan Sekadar Tren, Tapi Gerakan Sosial

Festival Literasi Klungkung 2025 membuktikan bahwa literasi bisa menjadi gerakan sosial yang membumi dan menyatu dengan budaya. Lebih dari sekadar selebrasi tahunan, kegiatan ini membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan warga untuk menjadikan membaca dan menulis sebagai kebiasaan, bukan beban.

“Jika satu desa punya satu pojok baca yang hidup, dan anak-anak terbiasa menulis sejak dini, Klungkung tidak hanya kaya budaya, tapi juga kaya gagasan,” tutup Bupati Suwirta dengan optimis.

Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang