Remaja dan Kesehatan Mental: Ancaman Diam-Diam yang Tak Boleh Diabaikan
Seorang remaja sendirian dengan mengurungkan diri, menggambarkan perasaan kesepian.
Kenapa Kesehatan Mental Remaja Perlu
Jadi Prioritas?
Masa Transisi yang Rentan
Remaja mengalami berbagai perubahan
psikologis, sosial, dan biologis dalam waktu bersamaan. Mereka mulai
mempertanyakan identitas diri, mencari penerimaan sosial, hingga menghadapi
tekanan dari lingkungan sekitar.
Fakta: WORLD HEALTH ORGANIZATION
mengatakan kalau 1 dari 7 remaja hadapi gangguan mental, serta kebanyakan tidak
memperoleh penindakan yang pas.
Dampak Jangka Panjang
Gangguan seperti depresi,
kecemasan berlebih, hingga perilaku menyakiti diri sendiri bisa
berkembang bila tidak dikenali sejak dini. Hal ini bisa berdampak pada performa
akademik, hubungan sosial, bahkan masa depan remaja itu sendiri.
Faktor yang Memengaruhi Kesehatan
Mental Remaja
Lingkungan Keluarga
Peran keluarga sangat besar.
Hubungan yang renggang, kurang komunikasi, atau suasana rumah yang penuh
konflik bisa meningkatkan risiko gangguan emosional.
Tekanan Akademik dan Sekolah
Remaja kerap merasa harus
tampil sempurna. Tugas menumpuk, nilai tinggi, dan ekspektasi dari guru atau
orang tua dapat menyebabkan burnout atau kehilangan motivasi.
Pengaruh Media Sosial dan Pergaulan
Kebiasaan membandingkan diri
dengan orang lain, body shaming, hingga cyberbullying menjadi beban tersendiri.
Terlebih dengan fenomena FOMO (Fear of Missing Out), banyak remaja merasa
tertinggal dari lingkungannya.
Perubahan Hormon
Lonjakan hormon di masa
pubertas memengaruhi emosi dan stabilitas mental. Ini
membuat remaja cenderung lebih sensitif serta gampang stress.
Ciri-Ciri Gangguan Mental pada Remaja
Perubahan Perilaku dan Emosi
Beberapa tanda yang perlu
diwaspadai meliputi:
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Penyusutan
minat terhadap perihal yang dahulu disukai
- Gangguan tidur atau pola makan
- Ledakan emosi yang ekstrem tanpa sebab jelas
Gangguan Spesifik yang Sering Terjadi
- Depresi: merasa hampa, sedih berkepanjangan
- Kecemasan: mudah panik, sulit konsentrasi
- Gangguan makan: seperti anoreksia atau bulimia
Tantangan dalam Penanganan:
Self-Diagnosis dan Stigma
Banyak remaja mencari jawaban
di internet dan mulai self-diagnose, yang berisiko menimbulkan pemahaman
keliru. Belum lagi stigma bahwa remaja yang mengalami masalah mental
dianggap “lemah” atau “drama”.
Data: Survei Kemenkes 2022 mengungkap bahwa 40% remaja
tidak berani berbicara tentang kondisi mentalnya karena takut dianggap negatif.
![]() |
Remaja laki-laki sendirian yang sedang mengurung diri, mengekspresikan beban mental yang tersembunyi |
Upaya Menjaga Kesehatan Mental Remaja
Edukasi Emosional Sejak Dini
Sekolah dan keluarga perlu
memberi ruang diskusi terbuka tentang emosi dan kesehatan mental. Remaja perlu
tahu bahwa perasaan mereka valid dan bisa ditangani dengan sehat.
Peran Orang Tua dan Guru
Bangun komunikasi terbuka dan
jadi pendengar aktif. Muncul secara emosional,
bukan cuma raga telah jadi langkah besar.
Aktivitas Positif dan Komunitas
Kegiatan seperti olahraga,
menulis jurnal, bergabung dalam komunitas, atau bahkan sekadar jalan-jalan bisa
membantu mengurangi stres dan membangun rasa percaya diri.
Kapan Harus Mencari Bantuan
Profesional?
Jika gejala seperti kecemasan,
mood swing ekstrem, atau menarik diri berlangsung lebih dari dua minggu, segera
hubungi psikolog atau konselor. Pendampingan profesional bisa sangat membantu
dalam pemulihan.
Tips: Kamu bisa mencantumkan info tempat konseling atau
layanan kesehatan jiwa yang ramah remaja dan terjangkau.
Saatnya Peduli dan Bertindak
Kesehatan mental remaja bukan
semata-mata permasalahan pribadi—ini tanggung jawab bersama. Lingkungan
keluarga, sekolah, serta warga wajib bersinergi menghasilkan ruang nyaman
edukatif, serta suportif untuk generasi muda.
Jangan tunggu sampai terlambat. Dengarkan, pahami, dan dampingi mereka, karena
setiap remaja berhak tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara mental dan
emosional.