Pro-Kontra Penulisan Ulang Sejarah RI: Libatkan Ratusan Sejarawan

Daftar Isi

 

Tampilan buku sejarah lama dan buku baru sebagai simbol penulisan ulang sejarah Indonesia 

SERBA TAU - Sejarah adalah cermin sebuah bangsa, tempat kita belajar dari masa lalu untuk membentuk masa depan.

Namun, bagaimana jika cermin itu akan dipoles ulang? Di Indonesia, wacana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia kembali mencuat, memicu perdebatan sengit di berbagai kalangan.

Proyek ambisius ini kabarnya melibatkan 100 lebih sejarawan dan ahli, namun alih-alih disambut bulat, justru menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.

Mengapa inisiatif sepenting ini justru menuai polemik? Mari kita telusuri lebih dalam.

 

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia di Tengah Sorotan

 

Inisiatif pemerintah untuk melakukan Penulisan Ulang Sejarah Indonesia bukanlah hal baru, namun kali ini skala dan urgensinya terasa berbeda.

Tujuan resminya adalah menghadirkan narasi yang lebih komprehensif, inklusif, dan sesuai perkembangan zaman.

Harapannya, buku sejarah baru ini akan menjadi "buku babon" atau referensi utama yang lebih utuh, menjembatani berbagai perspektif yang mungkin belum terakomodasi dalam narasi sebelumnya.

Yang menarik, proyek ini menunjukkan ambisi besar dengan melibatkan 100 lebih sejarawan dan ahli dari berbagai bidang.

Sebuah tim besar yang diharapkan dapat menyajikan karya monumental. Konon, proyek ini ditargetkan selesai pada Agustus 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-80, sebagai "kado" istimewa bagi bangsa.

Namun, di balik ambisi dan skala besar ini, timbul kerikil-kerikil tajam yang mengganggu jalannya proyek, memicu beragam kontroversi sejarah.

 

Mengurai Pro dan Kontra: Mengapa Penulisan Ulang Sejarah Menimbulkan Polemik?

 

Meskipun penulisan melibatkan 100 lebih sejarawan dan ahli, Penulisan Ulang Sejarah Indonesia ini justru menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan, mulai dari akademisi, sejarawan Indonesia, aktivis, hingga masyarakat umum.

 

Pihak Pro: Demi Sejarah yang Lebih Baik

Mereka yang mendukung proyek ini berargumen bahwa sejarah memang perlu direvisi dan diperbarui secara berkala. Alasannya:

 

  • Temuan Baru: Ilmu sejarah terus berkembang. Penemuan arsip atau interpretasi baru bisa mengubah pemahaman kita tentang peristiwa masa lalu.
  • Narasi Lama Mungkin Bias: Ada pandangan bahwa narasi sejarah nasional sebelumnya mungkin bias, terlalu fokus pada tokoh tertentu, atau merupakan produk dari rezim yang berkuasa saat itu.
  • Kebutuhan "Buku Babon" Nasional: Indonesia membutuhkan satu referensi sejarah nasional yang terpadu dan diakui secara luas, yang bisa menjadi fondasi bagi pendidikan sejarah dan kurikulum sejarah.

 

Pihak Kontra: Kekhawatiran akan Tafsir Tunggal dan Intervensi Politik

Di sisi lain, penolakan dan kritik yang kuat datang dari berbagai pihak. Mereka khawatir proyek ini justru akan membawa dampak negatif yang lebih besar:

 

  • Kekhawatiran Tafsir Tunggal/Otoriter: 
Isu utama adalah potensi munculnya tafsir sejarah yang tunggal dan resmi, yang bisa dimanfaatkan sebagai alat legitimasi kekuasaan bagi rezim yang berkuasa. 

Ini dikhawatirkan dapat membungkam perbedaan pendapat dan analisis kritis.

  • Penghapusan Istilah/Peran Tertentu: 
Beberapa kontroversi sejarah sudah mencuat, seperti wacana penghapusan istilah "Orde Lama" dari buku sejarah. 

Hal ini memicu kekhawatiran akan upaya sanitasi sejarah atau upaya untuk menghilangkan konteks penting yang dianggap kurang menguntungkan bagi narasi tertentu.

  • Proses Kurang Transparan/Terburu-buru: 
Kritik juga dialamatkan pada proses pengerjaan yang dinilai kurang transparan dan terburu-buru, sehingga berpotensi mengabaikan objektivitas dan kedalaman riset ilmiah. 

Seperti yang disampaikan Profesor Arkeologi yang mengundurkan diri, proyek ini ditargetkan selesai terlalu cepat untuk pekerjaan sekompleks itu.

  • Meminggirkan Peran dan Kelompok: 
Ada kekhawatiran bahwa proyek ini dapat meminggirkan peran tokoh atau kelompok minoritas atau yang tidak sejalan dengan narasi resmi, termasuk peran perempuan dalam sejarah atau sejarah Papua yang seringkali kurang terwakili secara adil. 

Ini berkaitan dengan bagaimana sejarah dijadikan alat legitimasi di masa lalu.

 

Implikasi dan Risiko Penulisan Ulang Sejarah yang Bersifat Resmi

 

Ketika sebuah negara melakukan Penulisan Ulang Sejarah Indonesia secara resmi, implikasinya sangat besar, dan ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai.

 

Potensi Sejarah Dijadikan Alat Legitimasi Kekuasaan

Salah satu risiko terbesar adalah potensi sejarah dijadikan alat legitimasi bagi rezim yang berkuasa.

Jika narasi sejarah disusun untuk membenarkan kebijakan atau keberadaan suatu pemerintahan, maka ia kehilangan objektivitasnya sebagai ilmu pengetahuan.

Ini dapat menciptakan "sejarah resmi" yang bias dan memanipulasi pemahaman publik.

 

Risiko Meminggirkan Peran Orang dan Kelompok

Upaya penulisan ulang yang tidak hati-hati berisiko meminggirkan peran orang dan kelompok minoritas atau yang tidak sejalan dengan narasi resmi.

Kisah-kisah perjuangan dari berbagai etnis, agama, atau kelompok marginal bisa terabaikan.

Contoh konkret yang sering menjadi perdebatan adalah bagaimana peran perempuan atau sejarah Papua sering kali kurang mendapatkan porsi yang memadai dalam narasi sejarah nasional.

Untuk lebih jelasnya, kunjungi artikel Menjelajahi Sejarah Papua dalam Narasi Nasional.

 

Dampak Terhadap Pendidikan dan Pemahaman Generasi Muda

Buku sejarah resmi akan menjadi referensi utama di sekolah-sekolah dan kurikulum sejarah.

Jika narasi yang disajikan tidak utuh, bias, atau bahkan menghilangkan fakta penting, maka pemahaman generasi muda tentang sejarah bangsa akan terdistorsi.

Hal ini dapat menghilangkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan menarik pelajaran yang benar dari masa lalu.

 

 

Pentingnya Objektivitas dan Multiperspektif

Dalam metodologi penulisan sejarah, objektivitas, multiperspektif, dan keterbukaan akses data sangat krusial. Sejarah harus menjadi arena dialektika dan interpretasi berbagai sumber, bukan dogma tunggal.

Para sejarawan harus bebas dari intervensi politik agar dapat menyajikan fakta dan analisis yang akurat.

Pentingnya Multiperspektif dalam Studi Sejarah tak bisa diabaikan.

 

Masa Depan Sejarah Indonesia: Harapan dan Tantangan

Di tengah polemik ini, ada harapan besar untuk masa depan sejarah Indonesia yang lebih kaya dan berimbang.

 

Pentingnya Dialog Terbuka dan Inklusif

Untuk mengatasi pro dan kontra, pentingnya dialog terbuka dan inklusif antara pemerintah, sejarawan Indonesia, akademisi, dan masyarakat sangat ditekankan.

Semua pihak harus duduk bersama, mendengarkan, dan mencari titik temu demi kepentingan narasi sejarah yang lebih baik bagi bangsa.

Ini adalah Peran Sejarawan dalam Membangun Narasi Bangsa yang ideal.

 

Proses Transparan Berbasis Riset Ilmiah

Saran agar proses Penulisan Ulang Sejarah Indonesia lebih transparan dan berbasis riset ilmiah yang kuat adalah kunci.

Publik harus tahu siapa saja yang terlibat, bagaimana metodologinya, dan sumber-sumber apa yang digunakan.

Ini akan membangun kepercayaan dan mengurangi kecurigaan intervensi.

 

Peran Masyarakat dalam Menjaga Keberagaman Narasi

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga keberagaman narasi sejarah.

Ini bisa dilakukan dengan aktif membaca, mendiskusikan, dan mempelajari berbagai sumber sejarah, tidak hanya bergantung pada satu buku babon resmi.

Melalui komunitas, diskusi, dan platform digital, masyarakat bisa terus memperkaya pemahaman sejarah.

 

Harapan untuk Sejarah yang Lebih Utuh dan Kritis

Harapan besar tertumpu pada terwujudnya sejarah yang lebih utuh, kritis, dan reflektif di masa mendatang.

Sejarah yang tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga memahami konteks, perspektif, dan pelajaran di baliknya, sehingga dapat menjadi panduan yang benar-benar berharga bagi generasi penerus.

 

Tampilan buku sejarah lama dan buku baru sebagai simbol penulisan ulang sejarah Indonesia 

Tanggung Jawab Kolektif Membangun Sejarah Bangsa

 

Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia memang ambisius, melibatkan 100 lebih sejarawan, dan tak ayal menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.

Ini adalah bukti bahwa sejarah bukanlah sekadar deretan fakta, melainkan interpretasi yang dinamis dan seringkali politis.

Terlepas dari polemik, momen ini harus menjadi kesempatan untuk membangun narasi sejarah yang lebih kuat, adil, dan inklusif.

Jangan biarkan sejarah dijadikan alat legitimasi semata. Dengan dialog, transparansi, dan komitmen pada objektivitas ilmiah, kita bisa memastikan bahwa sejarah yang kita wariskan kepada generasi mendatang adalah cermin yang jernih, bukan distorsi.

Tanggung jawab untuk menjaga dan merajut kembali benang-benang sejarah bangsa ini ada di pundak kita semua.


Paket Outbound Perusahaan di Batu Malang